18 March 2008

KEMANA KITA MELANGKAH ?

Mengenal dunia pecinta alam adalah sesuatu yang mengasyikkan, penuh tantangan, penuh persahabatan, lekat dengan berbagai kreatifitas, solidaritas dan kebersamaan, membuka mata kesadaran ita akan kebesaran Tuhan dan mendekatkan kita dengan lingkungan serta memahami arti pentingnya kelestarian alam. Namun itu semua akan kita dapati 8 tahun lalu kebawah (1996, 1995, 1994,...) didunia pecinta alam, lalu bagaimana beberapa tahun setelahnya? Pecinta alam hanya celoteh belaka, tak lebih dari kelompok-kelompok (yang lebih tepat kita sebut) fashion show.

Adalah suatu hal yang cukup ironis ketika pecinta alam yang dulunya selalu menjadi ujung tombak gerakan-gerakan generasi muda yang haus akan perubahan dan selalu identik dengan aktivis lingkungan hidup. Saat ini terlihat semakin jauh dari hakekat yang disandangnya, mereka terlihat bingung, hilang arah dan terkesan mandul, tak mampu lagi menjadi ujung tombak setajam dulu. Kalau dulu rambut gondrong, tampang kumal karena aktif di kegiatan lapangan/lingkungan sekarang rambut gondrong hanya modal agar kelihatan seram dan terkesan bebas, apalagi ditambah anting-anting disana-sini.

Cobalah lihat, kita yang menamakan diri Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam), benarkah kita mahasiswa? benarkah kita pecinta alam? jika iya, berapa persentase kehadiran kita mengikti perkuliahan selama ini? dan berapa persentase kegiatan kita di lingkungan hidup? Kesan yang tertangkap orang awam selama ini, kita yang katanya Mapala justru mahasiswa bukan, pecinta alam juga bukan, lalu kita ini apa? komunitas nongkrong, atau sekelompok gangster kampus?

Kita (baca: Mapala) selama ini terlalu sibuk dengan petualangan-petualangan kita, yang justru banyak membuat tempat tak terjamah (tebing, gunung, gua, dll) dihiasi oleh sampah-sampah kota, kita terlalu sibuk mencari pengakuan dari kelompok lain atau masyarakat lain bahwa siapa kita dan seberapa hebat kita dengan menggelar event-event (ekspedisi misalnya) dengan orientasi petualangan. Mungkin kerangka pikir tentang lingkungan sudah menjadi nomor yang kesekian di otak kita.

Belum lagi lingkungan sekitar kita (dunia mapala) dipenuhi oleh kawan-kawan yang sibuk berpolitik, sibuk mendewakan egonya, bahkan mencari keuntungan pribadi di organisasi yang seharusnya mengharamkan itu semua. Alhasil intrik-intrik kotor, saling curiga dan negative thinking yang lain mewarnaikehidupan organisasi kita.

Lalu kapan kita akan sedikit peduli pada lingkungan jika masih sibuk hantam sana, hantam sini. Sosok Mapala yang dulu dikenal sebagai seorang yang mampu beradaptasi di kondisi dan di lingkungan apapun, dikenal humoris, asyik dalam berteman karena tingkat solidaritasnya tinggi (bukan hanya pada sesama Mapala) kini tak lebih hanya sosok menyeramkan, menyebalkan dan menjengelkan karena suka tak tahu diri (baca: tak tahu aturan) sebagai manifestasi dari penafsiran yang salah tentang kebebasan.

Kapan Mapala akan kembali mampu memberi arti lebih dari sekedar nama yang disandangnya? apakah sampai pohon terakhir kita tebang? atau apakah saat sungai-sungai tak lagi berair jernih?

Jawabnya adalah seberapa cepat kita sadar untuk segerakembali ke hakekat kita sebagai pecinta alam.

Bumi masih terus menangis...
Hutan masih terus merintih...
Lapisan ozon terus dirobek keperawanannya...

Sungai-sungai semakin tercekik pekatnya limbah...
Sementara kita terus tertawa dan bernyanyi...
Berjalan tanpa arah... Uthenk

04 March 2008

ARTI SEBUAH KEGAGALAN

Ada banyak pepatah yang mungkin sudah tidak asing lagi kita dengar, salah satu diantaranya adalah "Orang yang mau mencoba melakukan sesuatu dan gagal jauh lebih baik dibanding orang yang tidak berbuat apa-apa". Tetapi sering kali kita tidak mau perduli. Tidak ada salahnya kita mengupas sedikit tentang permasalahan tersebut. Apalagi dikalangan organisasi kepecintaalaman dalam melakukan suatu kegiatan seperti pendakian gunung, penelusuran gua atau pengarungan sungai. Kita pasti merasa takut nantinya kegiatan tersebut mengalami kegagalan atau hambatan dalam pelaksanaannya, walaupun direncanakan dengan baik. Seperti kita ketahui setiap orang pernah merasakan kegagalan, baik itu orang yang sukses dan terkenal sekalipun. Jadi kenapa banyak orang merasa takut akan kegagalan.

Apapun alasanya kita harus ingat bahwa kegagalan dan kesuksesan adalah salah satu bagian dari hidup. Begitu banyak orang kehilangan kesempatan karena takut gagal. Satu hal yang perlu diingat kita tidak akan pernah mampu memanfaatkan potensi diri, kalau tidak pernah berusaha dan mencoba sesuatu hal yang baru (hal-hal yang positif tentunya). Memanfaatkan kesempatan dengan sedikit resiko akan menjadikan kita orang yang siap dalam menghadapi sebuah kegagalan. Gagal bukan artinya seorang pecundang (loser). Mungkin kita tidak cukup cermat merencanakannya dan bertindak terlalu gegabah atau tidak memiliki prasarana yang cukup dalam mencapai tujuan yang kita inginkan.

Jangan pernah takut mengalami kegagalan karena kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda dan jangan sampai masalah itu menjadi boomerang bagi kita sendiri. Salah satu kunci mengatasi rasa takut mengalami kegagalan adalah sikap. Bagaimana sikap atau tindakan kita selanjutnya dalam mengatasi sebuah kegagalan.

Kegagalan sebaiknya kita jadikan pengalaman atau guru yang terbaik, agar bisa kita jadikan acuan untuk masalah selanjutnya. Jika kita tak pernah melakukan sesuatu karena takut gagal, itu adalah pemikiran yang bodoh. Kapan kita akan maju?. Kapan kita akan menuju perubahan yang lebih baik?. Mulailah bersifat tegas sejak dini dan jangan ragu memulai hal-hal yang baru. Percayalah itu merupakan tindakan yang terbaik bagi kemajuan kita, selama tidak menyalahi aturan-aturan yang ada.

Do your best…..!!! Teplok