18 April 2008

MENAMBAH ISI

Kode Etik Pecinta Alam Indonesia :
PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA ALAM BESERTA ISINYA ADALAH CIPTAAN TUHAN YANG MAHA ESA.
PECINTA ALAM INDONESIA SEBAGAI BAGIAN DARI MASYARAKAT INDONESIA SADAR AKAN TANGGUNG JAWAB KAMI KEPADA TUHAN, BANGSA DAN TANAH AIR.
PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA PECINTA ALAM ADALAH SEBAGAI MAKHLUK YANG MENCINTAI ALAM SEBAGAI ANUGERAH YANG MAHA ESA.
Sesuai dengan hakekat diatas kami dengan kesadaran menyatakan:
  1. Mengabdi kepada tuhan yang maha esa.

  2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya.

  3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air.

  4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya.

  5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam.

  6. Berusaha saling membantu serta saling menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air.

  7. Selesai.

Disyahkan bersama dalam GLADIAN IV 1979 di Ujung Pandang.

Sebagai kaum intelektual kita seharusnya mampu membawa perubahan kepada arah yang lebih baik dan dinamis. Itu merupakan suatu kewajiban yang memang berada dipundak kita sebagai pecinta alam dan generasi muda, tunas bangsa yang akan melanjutkan kehidupan negara ini.
Kemajuan tidak akan pernah datang jika tidak ada perubahan, bagaimana dengan kode etik pecinta alam?, Harus ada yang ditambah dalam isi kode etik pecinta alam indonesia.
Kenapa tidak? Undang-undang dasarpun bisa diubah jika dikehendaki oleh bangsanya.
Sebuah bangsa tidak akan maju, bahkan akan semakin terpuruk jika masyarakatnya, atau rakyatnya tidak mencintai bangsa itu". Oleh karena itu perlu ada penambahan satu point sebelum pernyataan yang dianggap sebagai hakekat kode etik pencinta alam indonesia tersebut, Dengan menambahkan point ke 7. Mencintai negara ini sebagai satu kesatuan bangsa. Dan point ke "8. Selesai".
"Terkadang cinta tak perlu diucapkan". Tapi pencantuman point tadi pada kode etik pecinta alam indonesia, sebagai salah satu wujud bahwa kita memang mencintai negara ini, walaupun perahu bangsa kita saat ini sedang dilanda badai tak berkesudahan. Dan kita sebagai kaum intelektual, dengan menggunakan semangat perubahan itu, maka sudah sepatutnya kita terpacu untuk berbuat yang lebih baik untuk bangsa ini.
Penambahan point tersebut juga lebih menegaskan bahwa, kita sebagai pecinta alam sangat mencintai bangsa ini, dan tidak akan pernah untuk mengkhianatinya, sekecil apapun. Siapa tahu suatu saat kita dituduh mengkhianati bangsa ini oleh kaum generasi seterusnya, yang saya rasa jauh lebih pandai dan pintar dari generasi saat ini. Karena dalam janji kita tidak pernah mencantumkan bahwa kita mencintai bangsa ini.
Tidak bermaksud mengkhianati niat-niat luhur dan nilai-nilai yang dibawa serta yang telah dikemukakan oleh para pendahulu kita, yang telah melahirkan kode etik pencinta alam indonesia. Tetapi jika niat kita tulus untuk memperbaiki bangsa ini, hal itu menjadi satu korelasi yang tidak salah untuk dilakukan.
Jogjakarta sebagai kota pelajar, seharusnya mampu membawa pemaparan ini, kepada publik pecinta alam. Sebentar lagi kita memiliki moment besar yang sangat berpengaruh terhadap mapala seluruh indonesia (TWKM) yang akan diadakan di Mapalaska IAIN SUNAN KALIJAGA. Kita harus mampu memanfaatkan moment tersebut sebagai media untuk membawa perubahan kearah yang lebih baik.
Tentunya ini tugas kita bersama untuk mewujudkannya. Jika perubahan itu bisa dimulai dari jogja, kenapa tidak? Qonyek

06 April 2008

KEBERSAMAAN YANG BERLEBIHAN

One for all and all for one adalah salah satu kata-kata yang kuingat dari film yang pernah kutonton. Didalam kehidupan kita memang saling membutuhkan satu sama lainnya karena manusia adalah makhluk zoon politicon (makhluk sosial) yang berarti bahwasanya kita tidak bisa hidup sendiri. Di dalam berorganisasi kita juga diajarkan kebersamaan terutama pada organisasi-organisasi pecinta alam dimana kita lebih ditekan agar selalu menjaga rasa kebersamaan tersebut baik itu disaat suka maupun duka kita selalu berbagi cerita bersama di basecamp, disaat nongkrong bahkan disaat berkegiatan sekalipun.

Tetapi disaat rasa itu menumpuk dan mulai terasa menyebalkan, rasa kebersamaan yang berlebihan tersebut berubah menjadi rasa memiliki bersama layaknya bajumu adalah juga bajuku, sandalmu adalah juga sandalku dan mungkin masih banyak lainnya (asal jangan pacarmu adalah juga pacarku saja).

Mungkinkah rasa kebersamaan ini jelek?? atau kita yang telah salah persepsi tentang arti kebersamaan yang sebenarnya?? menurutku bukan rasa kebersamaannya yang jelek tetapi personnya saja yang kurang memiliki rasa bertanggung jawab.

Memang sulit untuk mengubah suatu komunitas atau individu yang telah terpatri dengan sifat seperti itu. Apakah kita harus memasang gembok pada sandal? Bukankah itu adalah suatu hal yang sangat tidak lucu!! tetapi bila itu semua tidak dihentikan dari sekarang kapan lagi kita akan berubah? kapan yach kita sadar akan perilaku kita yang jelek dan kapan pula kita berusaha memperbaikinya yang juga berarti tidak melestarikannya. Boby GPA