Kita semua tahu apa yang dimaksud dengan perasaan. Sering kali kita berdiri ditepi pantai saat sang surya terbenam, atau memandangi hijaunya hutan dikejauhan saat matahari terbit, atau indahnya langit saat bintang-bintang bermunculan, lalu kita merasakan hadirnya suatu kekuatan. Pemandangan dan suasana seperti ini membuat keingintahuan kita akan makna keberadaan kita misteri tentang siapakah kita, untuk apakah kita hidup dan apa lagi yang dapat kita raih. Menatap dunia yang jauh didepan menembus batas cakrawala imajinasi.
Detik menit jam hari miggu bulan tahun! Tanpa terasa umur kita didunia ini semakin hari semakin bertambah. Sesaat akan terpikir dibenak kita jadi apa kita nantinya. Apa setelah kuliah ini cita-cita yang diimpikan dapat kita raih, menjadi suatu pertanyaan besar bagi diri kita sendiri. Dan menjadi tugas berat bagi untuk menjawabnya. Dan bila hanya sekedar menjawab tanpa mewujudkannya, ini menunjukkan berarti kita hanya seorang pecundang dan pemimpi.
Setelah kuliah ini, kita keluar dari kehidupan kampus dan dihadapkan dengan dunia luar kampus yang mempunyai permasalahan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan beberapa masalah yang kita hadapi sekarang. Kita dituntut untuk untuk lebih respek dan lebih sensitif menghadapi perkembangan sekitar. Saat itu kita tidak hanya mementingkan diri kita sendiri namun memikirkan kehidupan keluarga yang telah kita bangun. Secara pribadi yang ada dalam pemikiran hanyalah materi untuk keluarga. Hal ini tidak dapat kita pungkiri.
Dari saat inilih kita sudah harus mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapi dunia luar saat meletakkan status diri tidak lagi sebagai mahasiswa. Apa Mapala sebagai Mahasisiwa Pencinta Alam sudah siap untuk hal itu? Menjadi pertanyaan besar lagi bagi kita. Basic kita sebagai orang lapangan yang menjadi pegangan kita untuk menjadi orang yang berhasil.
Cukup banyak masyarakat berpendapat bahwa Mapala hanyalah sebuah organisasi sekedar penyalur hoby dan tidak ada gunanya dimasa yang akan datang. Hal serta pemikiran seperti inilah yang harus kita mentahkan.
Mantan-mantan Mapala besoknya harus jadi pemimpin dan bukan menjadi yang dipimpin.
Detik menit jam hari miggu bulan tahun! Tanpa terasa umur kita didunia ini semakin hari semakin bertambah. Sesaat akan terpikir dibenak kita jadi apa kita nantinya. Apa setelah kuliah ini cita-cita yang diimpikan dapat kita raih, menjadi suatu pertanyaan besar bagi diri kita sendiri. Dan menjadi tugas berat bagi untuk menjawabnya. Dan bila hanya sekedar menjawab tanpa mewujudkannya, ini menunjukkan berarti kita hanya seorang pecundang dan pemimpi.
Setelah kuliah ini, kita keluar dari kehidupan kampus dan dihadapkan dengan dunia luar kampus yang mempunyai permasalahan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan beberapa masalah yang kita hadapi sekarang. Kita dituntut untuk untuk lebih respek dan lebih sensitif menghadapi perkembangan sekitar. Saat itu kita tidak hanya mementingkan diri kita sendiri namun memikirkan kehidupan keluarga yang telah kita bangun. Secara pribadi yang ada dalam pemikiran hanyalah materi untuk keluarga. Hal ini tidak dapat kita pungkiri.
Dari saat inilih kita sudah harus mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapi dunia luar saat meletakkan status diri tidak lagi sebagai mahasiswa. Apa Mapala sebagai Mahasisiwa Pencinta Alam sudah siap untuk hal itu? Menjadi pertanyaan besar lagi bagi kita. Basic kita sebagai orang lapangan yang menjadi pegangan kita untuk menjadi orang yang berhasil.
Cukup banyak masyarakat berpendapat bahwa Mapala hanyalah sebuah organisasi sekedar penyalur hoby dan tidak ada gunanya dimasa yang akan datang. Hal serta pemikiran seperti inilah yang harus kita mentahkan.
Mantan-mantan Mapala besoknya harus jadi pemimpin dan bukan menjadi yang dipimpin.
“STUDENT NOW LEADER TOMORROW”
Yang ada di depan kita dan yang ada dibelakang kita hanyalah sebuah masalah kecil dibanding yang ada di dalam diri kita. Dan bila yang didalam itu kita bawa kedunia luar, keajaiban bisa terjadi. L-BY (0017)