Kenapa sich orang ingin masuk goa dan rela berada dalam kondisi gelap gulita?, kenapa juga orang mau masuk jeram dan rela basah kuyup dengan resiko kelelep?, kenapa ada sebagian orang yang mau naik gunung dan rela menahan dingin dan tawar menawar dengan hipothermia? atau pernah lihatkan orang yang memanjat tebing yang tinggi dan berkompromi dengan fear factor dan dehidrasi?, kalau ditanya ke pelakunya ada aja jawaban mereka mulai dari yang paling lugu misalnya ingin menikmati keindahan dari kekuasaan Sang Pencipta sampai ke jawaban yang paling ekstrim misalnya ingin menguji nyali. Jawaban yang terakhir kedengarannya konyol, dan terlalu berani untuk golongan manusia yang hanya memiliki satu nyawa. Pertanyaan selanjutnya, kenapa orang mau menguji nyalinya?, apakah demi sebuah pengakuan bernyali gede? atau demi sejumlah nominal? Mungkin iya dan mungkin ngga’. Tulisan selanjutnya akan mencoba membahas jawaban kaum ekstremist yang kedengarannya aneh itu.
Di dunia petualangan khususnya di dunia Mapala, seringkali kita mendengar kawan-kawan kita atau bahkan kita sendiri melakukan kegiatan tersebut. Dan dilakukan tidak demi sebuah pengakuan atau demi uang, hal itu dilakukan demi program kerja pengurus eh... bukan... maksud saya demi sebuah kepuasan.
Kepuasan disini adalah kepuasan yang sesungguhnya, bukan kepuasan seperti yang kita dapatkan dari makanan yang setelah dimakan akan kita keluarkan dalam bentuk t**k. Kepuasan seperti itu biasanya akan didapat saat kita melewati suatu titik yang sangat menentukan nasib kita kedepan, terkadang pilihan terakhir hidup atau mati. Titik penentu nasib kita kedepan dalam kegiatan alam bebas ini cocoknya diberi nama titik kritis. Saat kita berarung jeram perahunya flip kemudian kita masuk kedalam hole, disini kita berada di situasi kritis penyelesaian yang kita ambil dalam situasi ini sangat menentukan nasib kita, bila kemudian kita bisa keluar dari hole dan memflop perahu kemudian menolong kawan-kawan lain yang masih di jeram situasi ini merupakan situasi yang sangat memuaskan. Atau saat SRT-an di gua yang dalamnya 150 m, ketika ascending kita sudah mencapai ketinggian 90 m, dan jummer kita patah, saat kondisi kritis seperti ini adrenalin kita akan meningkat dan akal sehat akan berubah menjadi rasa panik yang tak tertahankan bisa jadi kita malah pingsan ditengah lintasan, namun bila sedikit lebih tenang dan mengambil langkah yang benar dan cepat, sesampainya di atas kitalah orang yang paling puas dan bahagia didunia ini saat itu, mungkin lebih puas dari Neil Armstrong saat menginjakkan kaki ke bulan atau Christoper Columbus saat menginjakkan kaki di Amerika.
Melewati saat kritis ditengah gejolak adrenalin adalah suatu hal yang sangat memuaskan, walaupun masih banyak orang yang menganggap hal itu adalah pemborosan dan sia-sia. Bikin cape’, resiko tinggi, ngabisin duit dan kegiatan itu buat orang yang kurang kerja’an aja. Sejauh ini begitulah pandangan orang yang terlalu dangkal dan dini terhadap arung jeram, susur gua, panjat tebing, mendaki gunung dll. Mereka lupa akan satu hal yang terlalu mahal untuk dinilai dengan rupiah yang bisa didapatkan dari kegiatan itu. Nolly Lomamay
No comments:
Post a Comment