21 November 2008

REFRESING DIPUNCAK GUNUNG

Kejenuhan-kejenuhan yang kita peroleh selama ini sering kali disebabkan karena aktivitas-aktivitas rutin yang kita lakukan setiap hari seperti kuliah, belajar atau sebabsebab yang lainnya. Kejenuhan-kejenuhan seperti itu sebenarnya tidak terlalu sulit untuk diatasi salah satunya dengan kita melakukan refresing agar ketegangan syarafsyaraf otak kita sedikit mengendur. Bagi sebagian besar para pecinta alam, salah satu cara termudah yang dapat dilakukan untuk mengatasi kejenuhan adalah dengan bermain di alam bebas seperti naik gunung, masuk gua atau memanjat tebing. Salah satu contoh mudah yang dapat diambil adalah refresing dengan naik gunung.

Dengan naik gunung kita dapat melihat keindahan alam, menghirup udara segar, menyaksikan sunset dan sunrise, terhindar dari hiruk pikuknya kota atau masih banyak hal lain yang mungkin belum dimengerti khalayak ramai pada umumnya hingga mereka sering bertanya tentang nikmatnya naik gunung. Selain itu, naik gunung disaat kita sedang BT baik itu yang disebabkan urusan cinta, administrasi kampus, IP, atau hal-hal lainnya adalah obat yang paling mujarab karena begitu kita sudah memasuki alas atau yang kata orang hutan, wah… ! serasa hilang semua beban yang menggantung di otak. Blass ga' ada pisan.

Memang benar jika dikatakan naik gunung adalah suatu kegiatan yang memiliki resiko relative tinggi, namun hal itu jangan sampai membuat kita menyurutkan langkah karena suatu kegiatan memang selalu memiliki resiko. Jangankan naik gunung, kita yang berjalan kaki dijalan yang bagus dan datar sekalipun bisa terjatuh. Begitu pula dengan berkegiatan dialam bebas khususnya naik gunung sudah pasti selalu ada bahaya yang mengintai disetiap saat seperti terjatuh, hipotermia, hypoxia, frostbite, dll.

Hanya saja namanya resiko pasti memiliki jalan untuk meminimalisasinya dan hal-hal yang diperlukan untuk itu sudah dipelajari di suatu organisasi yang namanya Mapala. Sudah barang tentu juga Mapala harus mengerti tentang safety prosedure dalam suatu kegiatan alam bebas. Walau pun ada juga beberapa oknum yang ga' tertib dalam tanda kutip mereka yang tidak mau ambil peduli resiko yang mereka hadapi. Dan ini biasanya terjadi pada orang-orang yang belum begitu mengerti dengan apa yang akan dihadapinya disaat ia naik gunung. Hal-hal seperti itu biasanya terlihat sangat mencolok sekali perbedaannya, yang dapat kita lihat pada Mapala sesungguhnya dan Purpala (Pura-pura pecinta alam).

So, buat teman-teman yang sekiranya belum pernah merasakan nikmatnya naik gunung ada baiknya bila sesekali anda mencoba sebelum anda terlambat karena umur yang sudah tidak memungkinkan lagi atau karena semakin sibuknya urusan-urusan hidup lainnya yang harus dihadapi. Jangan hanya pernah mendengar tetapi tidak pernah merasakan tetapi berusahalah untuk menjadi generasi muda yang kelak akan meninggalkan cerita-cerita indah bagi generasi berikutnya dan bukan generasi muda yang hanya bisa menjadi pendengar cerita. B-not

1 comment:

  1. Maksud hati memeluk Gunung, apadaya tangan tak sampai....dari pada di pelluk mending di daki aja kan bang....salam lestari....

    ReplyDelete